NASKAH FILM PENDEK TERBAIK -- cerita santri --
FILM, kadang film menjadi sebuah hobi yang beda. Baik itu nontonnya maupun buat filmnya. Nah, sekedar bagi-bagi pengalaman saja SOB, ternyata buat film itu gak gampang loh.... Tapi, buat anak yang memang sudah cinta banget sama film, dia akan berjuang keras agr bisa menghasilkan film yang luar biasa. Tentunya itu dengan usaha dari banyak pihak. Ditambah lagi, kepengurusan dalam pembuatan film tersebut harus terstruktur. Meski dalam film ini, aku dan crew film mendapat beberapa hambatan, pada akhirnya kami bisa menghasilkan sebuh film yang seharusnya mendapat nominasi "FILM TERBAIK" di sekolah kami. Hanya saja kami mengumpulkan film tersebut tidak pada waktunya, sehingga nominasi itu pun luntur. Tapi aku percaya, dan semoga saja film kami bisa mendapat nominasi yang lebih hebat daripada itu. Amiin.. Nah, berikut naskah film kami. Semoga terinspirasi^^
>don't copy paste please<
>don't copy paste please<
Kopyah Hitam_
Jika kau tak ingin diam berdiri di tempat, melangkahlah!16 September 2016
1. INT. KAMAR TIDUR-
Dalam cahaya redup yang menyinari ruangan
empat kali empat, Aziz duduk di kursi tua. Jemari Aziz yang telah renta meletakkan
kopyah hitam di atas sebuah meja di depannya. Kemudian mengambil sebuah buku yang
berada di atas meja dan meniup debu yang tersebar di atas buku itu. Aziz pun
mulai membukanya.
Aziz (V.O) puisi
2. EXT. HALAMAN PESANTREN-PAGI
Setelah menghabiskan banyak waktu di bangku
sekolah, kini tiba saatnya Aziz harus kembali ke rumahnya dan meneruskan
tanggungjawab ayahnya sebagai pengajar di pesantren. Pagi itu Aziz berjalan
memasuki gerbang pesantren dengan membawa bingksan kardus di kedua
genggamannya. Saat memasukinya,sambutan meriah dari para santri dan kyai
pesantren tersebut ditujukan kepada Aziz. Dengan penampilannya yang sangat
berbeda, ia menyalami para kyai yang ada dihadapannya, sedangkan para santri
terheran dengan perbedaan tersebut.
KYAI
WAHID
(Tersenyum) Selamat datang,
Anakku! (Menjabat tangan Aziz) Sekarang sudah saatnya pesantren ini aku
kembalikan kepadamu, Anakku. Sudah saatnya aku serahkan tanggungjawab yang
ayahmu titipkan kepadamu. Aku akan kembali ke pesantrenku.
AZIZ
Terima kasih, Yai. Saya mohon maaf
apabila selama ini saya merepotkan Yai.
KYAI
WAHID
Merepotkan? Justru ini adalah
jihad dan ladang pahala untukku. Sudahlah, kamu masuk dan istirahatlah terlebih
dahulu. Besok kamu bisa mulai mengajar santri di sini.
Aziz mengiyakan saran Kyai Wahid. Ia pun
masuk ke rumahnya dan melepas rindu kepada keluarganya.
3. INT. DALAM PONDOK-PAGI
Keesokan harinya Aziz mulai mengajar di
pesantren milik ayahnya yang telah meninggal dunia. Aziz mengajar para santri
yang dulu diajar Kyai Wahid. Akan tetapi, saat ia mulai mengajar, para santri
heran dengan metode belajar mengajar yang digunakan oleh Aziz.
AZIZ
Assalamualaikum…
SANTRI
(Bersama-sama)
Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.
AZIZ
Bagaimana
kabarnya semua?
Semua santri terdiam karena heran.
AZIZ
Hmm..,
pripun kabaripun sedaya?
SANTRI
1
Alhamdulillah
sae, Ustadz!
Santri lain tertuju pada santri
tersebut.
AZIZ
Sampun, kita akan memulai belajarnya. Ada
yang tahu ini dibaca apa? (menulis B-U-D-I)
SANTRI
2
Budi,
Ustadz!
AZIZ
Benar!
Yang lain kenapa tidak mmenjawab?
SANTRI
3
Mboten
saget, Ustadz.
Aziz
Nah, karena masih ada yang belum
bisa membaca, hari ini kita akan belajar membaca dan menulis huruf latin.
SANTRI
4
Nulis?
Terus ngajinipun kados pundi, Ustadz?
AZIZ
Mengaji itukan mencari ilmu, sama
dengan membaca dan menulis, semua itu
adalah mencari ilmu.
Sejak saat itu Aziz tidak hanya mengajar
agama kepada santri, tapi juga mengajar menulis, membaca, menghitung. Meski
masih banyak santri yang kurang bisa menerima semua itu, Namun tujuan Aziz
melakukan hal tersebut sangatlah mulia, yaitu untuk membentuk generasi penerus
bangsa menjadi sosok yang faham agama juga berpendidikan.
4. EXT. TERAS RUMAH HARUN-PAGI
Setiap hari Minggu pesantren Aziz diliburkan.
Jadi tidak sedikit santri yang keluar pesantren untuk sekedar jalan-jalan.
Begitu pula Aziz. Beberapa hari lalu ia berjanji kepada temannya untuk mengunjungi
rumahnya. Hari ini Aziz sudah berada di teras rumah temannya tersebut, Harun. Saat
mengetahui bahwa yang bertamu adalah sahabatnya, Harun langsung memeluknya. Mereka
pun saling lepas rindu.
HARUN
Ziz,
kita ke warung Bu Inah aja. Lumayan bisa sambil ngopi…
AZIZ
Oke,
wes! Aku juga udah kangen sama gorengan Bu Inah.
Mereka berdua pun berjalan menuju warung Bu
Inah. Diperjalanan saat bersimpangan dengan gadis anggun nan elok parasnya, tak
sengaja Aziz menatapnya, namun segera ia palingkan pandangan tersebut. Lain
dengan Harun, ia malah menggoda gadis tersebut.
HARUN
(Berdehem)
Neng ayu…, ajeng tindak pundi, kok dewekan mawon.. Napa kersa, mas serengi?
(bersiul)
AZIZ
(Berbisik)
Eh, Run jangan gitu, gak sopan!
Tiba-tiba saja sebuah sandal melayang ke arah
Harun. Itu adalah sandal Sari, istrinya. Ia jalan mengebu-gebu menuju Harun
dengan membawa sebuah sapu.
SARI
(Marah)
Dasar, gak tau malu! Udah punya istri masih sempat-sempatnya goda gadis lain!
Sari mengejar Harun yang tengah lari-lari
kecil.
AZIZ
(Sedikit
bereriak) Run, jadi ke warung Bu Inah, tidak?
Aziz beralih pada gadis tadi.
P.O.V Aziz: Gadis itu tidak menghiraukan
ketiga orang tadi. Ia terus berjalan menjauh dari tempat Aziz.
CUT TO: EXT. WARUNG BU INAH
Aziz dan Harun duduk di kursi teras warung Bu
Inah. Bu Inah datang dan menyuguhkan dua gelas kopi kepada mereka.
BU
INAH
Piye kabarnya, Dek Aziz? (Menyodorkan
kopi)
AZIZ
Alhamdulillah sae, Buk. Bu Inah sendiri
bagaimana? (Mengambil gorengan)
BU
INAH
Ibuk
apik-apik wae. Do’akan
Ibu bisa punya rezeki yang banyak, biar bisa menjadikan Siti orang yang
berpendidikan seperti kamu. Setidaknya biar dia bisa jadi orang.
HARUN
Oalah,
lapo to buk ngoyo. Lihat
saya! (Membusungkan dada) Meski gak sekolah, tapi masih bisa jadi orang.
BU INAH
Jadi orang itu yang bisa
bermanfaat bagi orang lain, gak kaya kamu!
HARUN
Lho…, saya kan setiap hari ke
warung Ibu biar Ibu dapat rezeki. Kurang apa coba?
BU
INAH
(Geram) Kurang ajar..!!! (Masuk
warung)
5. INT. KELAS SANTRI-SIANG
Seperti biasa, setelah sholah dhuhur, para santri memasuki kelas
masing-masing. Aziz juga menuju kelas yang hendak ia ajar.
AZIZ
(Masuk kelas)
Assalamu’alaikum…
SANTRI
AZIZ
Hari
ini kita akan mengkaji tentang pembagian faroid. (Mengambil kapur) Sebelumnya,
kita akan belajar berhitung. Siapa yang tahu setengahnya dua?
SANTRI
Setunggal,
Ustadz…
AZIZ
Kalau
sepertiganya enam?
SANTRI
1
Sepertiga
niku pripun lho, Us?
AZIZ
(Menulis)
Ini adalah sepertiga.
SANTRI
Ooooh………
AZIZ
Sepertinya
di sini sedikit yang mengenal angka, benar?
SANTRI
Benar,
Ustadz.
AZIZ
Begini saja, kita mulai belajar
berhitung dari awal agar semuanya paham.
SANTRI
3
Ustadz, kula mboten purun, kula
ngaji kitab mawon. Berhitung niku angel, Ustadz. Kula mboten
saged.
AZIZ
Justru karena tdak bisa, kita
harus belajar agar kita menjadi bisa. Sudahlah, kita mulai pelan-pelan saja.
Semua santri mengikuti pembelajaran dengan
apa adanya. Mereka masih tak terbiasa dengan pembelajaran yang dilakukan Aziz.
Akan tetapi, Aziz mengajari mereka sampai mereka bisa, tanpa tergesa-gesa.
- EXT. LUAR KELAS-SIANG
Tanpa diketahui oleh Aziz dan para santri,
ternyada ada seseorang yang mengintip mereka dari candela. Sepertinya ia adalah
santri dari pesantren Kyai Wahid. Totok namanya.
TOTOK
(V.O)
Piye
to Ustadz Aziz iki! Ora ngaji kitab, malah ngajar ilmune Londo!Aku kudu matur Yai
Wahid! (Bergegas pergi)
CUT TO: EXT. TERAS RUMAH KYAI WAHID-SIANG
Totok terlihat tergesa-gesa menuju rumah Kyai
Wahid. Ia juga mengetuk pintu rumah dengan sedikit keras. Totok sangat tidak
sabar untuk member tahukan berita yang ia peroleh kepada Kyai Wahid.
TOTOK
Assalamu’alaikum…
(Sedikit berteriak) Assalamu’alaikum…
Tidak lama kemudian pintu itu terbuka. Tampak
seorang gadis cantik di balik pintu itu. Dia adalah putri Kyai Wahid, Aima.
Teman-temannya biasa memanggilnya Ima.
IMA
(Membuka pintu) Wa’alaikum salam…
Eh, Mas Totok. Memang ada apa, sampai teriak-teriak seperti itu.
TOTOK
(Gugup)Eh, Ima. Anu…, Yai ada, Im?
Ada sesuatu yang harus segera saya sampaikan kepada Beliau.
IMA
Oh, seperti itu. Mas Totok masuk
aja dulu, saya akan panggilkan Abi.
KYAI
WAHID
(Keluar dari balik tirai) Onok
opo to, Tok. (Duduk di kursi ruang tamu)
TOTOK
Anu, Yai… anu…
KYAI
WAHID
Anu-anu, anu apa se, Tok?
TOTOK
Anu, Aziz, Yai.
KYAI
WAHID
Aziz kenapa?
TOTOK
Aziz ngajar ilmu londo,
Yai! Aziz mboten ngajar kitab, tapi ilmu londo.
KYAI
WAHID
Tidak seharusnya dia melakukan hal
itu untuk melanjutkan tanggungjawab ayahnya.Ini tidak bisa dibiarkan! Aziz
sudah mulai keluar dari koridor agama.
Kyai Wahid mengambil kertas dan alat tulis,
kemudian menulis sebuah surat undangan.
KYAI
WAHID
Ini.
Berikan ini kepada Aziz. (Menyodorkan surat kepada Totok)
- INT. MUSHOLA-SORE
Setelah sholat dhuhur, Totok sudah menunggu
Aziz dan hendak memberikan surat yang dititipkan Kyai Wahid kepada Totok.
TOTOK
Assalamu’alaikum,
Ustadz Aziz.
AZIZ
Wa’alaikum
salam
TOTOK
Ini
saya hanya mau menyampaikan surat ini kepada Ustadz.
AZIZ
Surat
dari siapa ya?
TOTOK
Kyai
Wahid, Us.
AZIZ
Oh,
ya sudah, terima kasih.
Aziz membuka surat tersebut.
Assalamu’alaikum, anakku. Maaf
memberikanmu surat ini tiba-tiba. Aku hanya ingin mengundangmu untuk datang ke
rumahku besok pagi.
- EXT. JALAN-PAGi
Matahari sudah mulai tergelincir ke tengah,
saat itulah Aziz pergi ke rumah Kyai Wahid. Ditengah perjalanan Aziz melihat
sebuah pengajian kecil yang diikuti oleh perempuan. Sepertinya mereka sedang
belajar tentang bacaan. Saat melihat sosok yang menjadi guru, Aziz merasa bahwa
ia pernah menemui perempuan itu. Tidak salah lagi, dia adalah perempuan yang
digoda. Aziz menghentikan langkahnya dan memperhatikan pengajian wanita itu. Namun,ia
terusik saat kehadirannya mulai di sadari oleh sebagian perempuan di sana. Aziz
pun segera beranjak dari tempat itu.
CUT TO: EXT. TERAS RUMAH KYAI WAHID-PAGI
Aziz mulai mengetuk pintu dan mengucapkan
salam saat berada di teras rumah Kyai Wahid.
AZIZ
Assalamu’alaikum…
KYAI
WAHID (S.O)
Wa’alaikumsalam (Membuka pintu)
Mari masuk, aku sudah nunggu kamu lho Ziz.
AZIZ
Jika memang begitu, saya minta
maaf, Yai.
KYAI
WAHID
Sudahlah. Silahkan duduk. Bagaiman
rasanya ngajar di pesantren? Bagaiman santrinya?
AZIZ
Awalnya saya gugup, tapi karena
santrinya semangat untuk belajar, saya jadi ikut semangat mengajar mereka.
Semua ini pastilah karena jasa Yai.
KYAI WAHID
Kalau tidak salah, kamu baru
selesai sekolah, ya Ziz?
AZIZ
Benar, Yai.
KYAI
WAHID
Bagaimana rasanya belajar di
lingkungan umum?
AZIZ
Hmm, gimana ya…, enaklah karena
saya bisa mengenal lebih luas lingkungan luar.
KYAI
WAHID
Gini, Ziz. Aku dengar kabar bahwa
kamu mengajar ilmu londo kepada para santri, apa itu benar?
AZIZ
Hmm, maksudnya Yai?
KYAI
WAHID
Saya dengar kamu mengajarkan itung-itungan,
nulis latin, sama apa itu, ilmu bumi?
AZIZ
Benar, Yai. Memang kenapa Yai?
Kyai Wahid terdiam.
KYAI
WAHID
Bu, wedang e! (Sedikit
berteriak)
Tak lama kemudian seorang gadis membawa dua
gelas teh. Itu adalah gadis yang Aziz temui tadi. Ternyata dia adalah anak Kyai
Wahid.
KYAI WAHID
Ziz, kamu tahu tujuan anak nyantri
itu apa? Untuk menambah pemahaman agama, kan?
AZIZ
Benar, Yai.
KYAI
WAHID
Jadi kenapa kamu mencampuri niat
mereka? (Nada mulai meninggi) Kau tahu, itu sudah keluar dari koridor agama,
Ziz!
AZIZ
Tapi Yai, apakah niat saya salah?
Saya hanya ingin mereka itu lebih maju.
KYAI WAHID
Maju apanya! Mereka justru semakin
tertinggal dari santri lain. Sudahlah Ziz, kita itu hidup di lingkugan
pesantren. Apa pantas kamu mengajarkan ilmu keduniaan seperti itu?
AZIZ
Tapi Yai, apa ilmu dunia itu tidak
penting? Yai tahu sendiri, dunia itu yang mengantarkan kita menuju akhirat.
KYAI
WAHID
Tapi tidak seharusnya, kamu mengajarkan
di pesantren, Ziz.
AZIZ
Saya mengajarkan mereka di
pesantren, karena kebanyakan dari santri di sana tidak mengenyam bangku
sekolah. Saya tidak mau mereka dibodohi kelak. Saya ingin mereka menjadi
seperti ulama’ dulu yang dapat menemukan berbagai hal baru sebelum semua itu
direbut oleh bangsa barat.
KYAI
WAHID
Alah, kamu ini ngawur!
AZIZ
Saya tidak berbohong, Yai. Pada
pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, perkembangaan Islam maju dengan sangat
pesat. Sehingga banyak ulama’-ulama’ yang menjadi penemu, dokter, ahli
astronomi, dan masih banyak lagi.
KYAI
WAHID
Sudah! Pokoknya pesantren ya
pesantren. Yang dicari di dalamnya itu ilmu agama bukan dunia! (Berdiri)
AZIZ
(Berdiri)Maaf sebelumnya, Yai,
karena saya menentang Yai. Tapi Yai, kalau kita tidak memadukan kedua ilmu
tadi, kita tidak akan berkembang Yai. Kita akan terus diam di tempat tanpa
adanya kemajuan, Yai.
KYAI
WAHID
Sudahlah, saya mau sholat dluha.
- EXT. RUMAH HARUN-SORE
Sore itu Aziz mengayuh sepeda tuanya menuju
rumah Harun. Terlihat Harun sedang mencari sinyal radio di depan rumah. Sore
itu juga, isu bahwa Aziz mengajar ilmu londo sudah tersebar. Sepanjang
perjalanan, tatapan sinis selalu ditujukan kepada Aziz. Diskriminasi terhadap
Aziz pun juga mulai terlihat.
AZIZ
Assalamu’alaikum,
Run.
HARUN
Waalaikum
salam, Ziz. Eh, seng diomongno wong-wong iku tenan tah?
AZIZ
Iya,
kalo menurutmu iya.
Tiba-tiba anak Kyai Wahid datang memberikan
satu kresek sayur untuk keluarga Harun.
IMA
Assalamu’alaikum, Pak Harun. Ini
ada sedikit sayur dari Abi soalnya tadi habis panen.
HARUN
Eh,
neng ayu… matur mbahnuwun nggeh neng
IMA
Ya
sudah, Ima langsung pulang saja. Assalamu’alaikum
AZIZ
Namanya
siapa, Run?
HARUN
Waduh-waduh,
aku oleh saingan anyar, rek!
SARI
Saingan
opo! Pean iki lho mas-
HARUN
Iki
lho, dek. Koyok e Aziz naksir Ima.
SARI
Iyo, tah? Lek pancen ngono, aku gelem
lho dadi tukang pos surat e sampeyan nang Ima.
AZIZ
Gak, ah. Aku isin.
HARUN
Gak popo wes, Ziz. Engkok tak
ewangi!
AZIZ
Ya sudah, insyaallah nanti saya coba.
Sejak saat itu
Aziz menulis surat untuk Ima lewat Harun dan Sari. Aziz dan Ima pun semakin
dekat berkat surat-surat itu.
IMA (V.O)
Assalamu’alaikum
Mas Aziz. Waktu Mas Aziz ke rumah, Ima tidak sengaja mendengar percakapan
antara Abi dengan Mas Aziz. Sejak saat itu Ima penasaran dengan apa yang
dikatakan Mas Aziz. Saya juga setuju dengan Mas Aziz dengan memadukan antara
ilmu dunia dengan ilmu akhirat. Dengan begitu peradapan Islam akan semakin maju
dan berkembang, sehingga kelak umat Islam tidak hidup dalam masa kelabu seperti
sekarang. Akan tetapi yang dikatakan Abi mungkin juga tidak semuanya salah. Abi
hanya belum tahu cara memadukan kedua ilmu tersebut. Jadi Ima mohon Mas Aziz
tidak tersinggung dengan perkataan Abi.
- INT.
KELAS-PAGI
Sudah seminggu
Aziz dan Ima menjadi sahabat pena dan menjadi lebih dekat. Itu menjadi
kesenangan tersendiri bagi Aziz. Akan tetapi, diskriminasi terhadap Aziz juga
tidak berhenti, malah semakin menjadi-jadi. Bahkan beberapa hari terakhir
santri Aziz berkurang dengan sendirinya. Banyak orang tua yang memindahkan anak
mereka, tapi bagi orang tua yang sadar akan pentingnya pedidikan, mereka justru
menitipkan anak mereka kepada Aziz. Meskipun santri yang diajar Aziz tidak
menentu, Aziz tetap mengajar mereka dengan keteguhan dan semangat yang tinggi.
Ia ingin membuktikan kepada semua orang bahwa yang ia lakukan akan membuahkan
hasil yang memuaskan bagi perkembangan Islam.
AZIZ
Anak-anak,
jika kalian tak ingin hanya berdiri ditempat maka melangkahlah. Tak peduli
orang lain akan mengatakan buruk tentang itu, kalian harus tetap melangkah.
Ingat! Jangan pernah takut untuk memulai hal yang baik, karena pada akhirnya
itu akan membuatmu lebih baik
- INT.
RUMAH KYAI WAHID-PAGI
Pagi itu Ima
sedang keluar rumah. Tanpa mengetahui hal itu, Abinya memanggilnya untuk
sarapan. Karena tak kunjung datang, akhirnya Abinya mencari ke kamar Ima.
Berhubung kamarnya tidak dikunci Abinya memasuki kamar Ima.
KYAI WAHID
(Mengetuk pintu) Ndok, Ima,
ayo sarapan dulu.
Pintu
kamarnya terbuka sedikit. Kemudian Kyai Wahid masuk.
KYAI WAHID
Sejak
kapan putriku mulai membuang sampah tidak pada tempatnya. (Memungut salah satu
kertas dan membukanya)
KYAI WAHID
Tunggu! Ini surat?! Untuk Aziz?
Mengetahui
putrinya surat-menyurat dengan Aziz, Kyai Wahid sedikit geram. Akhirnya saat
Ima pulang, Kyai Wahid memanggil Ima untuk diintrogasi. Ima tidak tahu maksud
sebenarnya dari Abinya, Ima hanya menurutinya. Ima duduk di ruang tamu. Abinya
berada di depannya, sedangkan ibunya disampingnya.
KYAI WAHID
Kamu dari mana, Ndok?
IMA
Dari rumah
Ais, Abi.
KYAI WAHID
Ima, anakku. Kamu mau menjelaskan tentang
ini (Mengangkat surat)
Ima terkejut. Akan
tetapi mulutnya tak mampu untuk berkata-kata.
KYAI WAHID
Ndok, apa kamu suka
sama Aziz?
Ima menunduk dan
diam.
KYAI WAHID
Ima,
jawab Abi!(Mulai geram) Kau tahu, Aziz sudah tak sama dengan kita. Dia sudah
berani menentang Abi! Jika memang kau suka dengannya, maka segera hapuslah rasa
itu, karena ayah sudah menerima lamaran dari Kyai Yusuf. Anaknya, Azzam, akan
segera meminangmu. Dua hari lagi mereka datang untuk melamarmu.
Ima meneteskan air
mata. Ia meangis. Ibunya hanya bisa menenangkannya, berharap air matanya akan
berhenti.
IMA
Tapi Abi, Ima belum siap… (Terbata-bata)
Ima belum siap menikah, Abi…
KYAI WAHID
Tidak
ada kata tapi lagi sekarang. Sudah banyak lamaran yang Abi tolak karena
mendengarkan alasanmu. Sekarang saatnya kamu mendengarkan Abi
Kyai Wahid
berlalu, ia berjalan menuju mushola. Ima yang tak percaya akan hal yang baru
saja ia dengar terus menangis dan terisak. Ima pun memeluk Ibunya. Ibunya terus
berusaha menenangkan Ima.
IMA
Umi…, Ima sungguh belum siap Umi…
UMI
Sudahlah, Ndok.
Mungkin keputusan Abimulah jalan terbaik untukmu.
- INT.
RUMAH AZIZ-PAGI
Berita tentang Ima
sudah menyebar. Akan tetapi Aziz belum mengetahuinya. Sampai Harun datang ke
rumahnya dan member tahu Aziz akan berita tersebut. Secara langsung Harun masuk
ke kamar Aziz.
HARUN
(Membuka pintu)Ziz, kau sudah dengar
kabarnya?
AZIZ
(Menulis) Apa?
HARUN
Neng ayu wes dilamar, Ziz!
AZIZ
Baguslah. (Menghentikan
pena)Tunggu, Neng ayu? Ima?
Harun mengangguk.
Aziz langsung menulis surat untuk Ima. Harun pu segera mengantarkannya. Namun
setelah satu hari berlalu, tak ada jawaban untuk suratnya atau bahkan tak kan
pernah ada jawaban.
- INT.
MUSHOLA-SIANG
Keluarga Kyai
Wahid dan Kyai Yusuf dan beberapa santri telah berkumpul di dalam mushola. Rasa
tegang menyelimuti mereka. Keanggunan Ima dan kewibawaan Azzam bersanding
ketika itu. meski terdapat rasa kecewa di benak Ima, tapi ia tak bisa menolak
keputusan ini. tak lama kemudian kalimat ijab qobul terlantunkan dari mulut
Azzam dan kata sah dari para saksi pun menyusul.
- INT.
MADRASAH AULA-PAGI
Di kursi santai
Aziz duduk. Kulitnya yang mulai pucat samar-samar tersinari matahari pagi. Hari
ini ia duduk di sini, sebuah madrasah yang didirikan olehnya. Ia telah
membuktikan apa yang ia katakana dahulu kepada Kyai Wahid. Aku kalah atau
mungkin aku menang? Itulah yang ia pikirkan. Beberapa menit kemudian, para
santri, bukan tapi para murid berdatangan untuk meminta restu kepada beliau. Di
bawah tangannya, pesantren sekaligus sekolah bisa berjalan dengan baik. Ini
adalah bukti perkembangan Islam. Karena Islam tak akan tetap diam
Comments
Post a Comment